Pengertian
Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1
angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM).
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah
setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM).
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah
Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.
Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan
HAM meliputi :
a) Kejahatan genosida;
b) Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan genosida adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama,
dengan cara :
1) Membunuh anggota kelompok;
2) mengakibatkan penderitaan fisik atau
mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3) menciptakan kondisi kehidupan kelompok
yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4) memaksakan tindakan-tindakan yang
bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
5) memindahkan secara paksa anak-anak
dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah
salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil, berupa :
- pembunuhan;
- pemusnahan;
- perbudakan;
- pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
- perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
- penyiksaan;
- perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
- penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
- penghilangan orang secara paksa; atau
- kejahatan apartheid.
Deklarasi
Internasional Hak Asasi Manusia
SEBUAH
MOMENT SEJARAH KRITIS
Ketika Perang Dunia ke-2 selesai,
iklim dunia telah siap untuk melakukan lompatan besar ke depan dalam pengakuan
dan pelaksanaan hak asasi manusia. Ketika perwakilan dari empat Negara besar
bertemu di Dumbarton Oaks di tahun 1944, sebuah rumah megah di Georgetown,
Washington DC, dua dunia yang berperang telah berjuang dalam waktu kurang dari
30 tahun, dan kekejaman hamper di luar dugaan telah ditimbulkan pada anggota
dari ras Yahudi di Eropa dan pada tawanan perang dalam tahanan di Asia dan
Eropa. Sebuah bom atom yang akan diluncurkan yang dapat menunjukkan betapa
hebatnya kekuatan penghancur massal manusia yang dapat dilepaskan pada sasaran
bangsa-bangsa maupun individu itu sendiri, sering dilakukan hanya karena mereka
merupakan anggota dari rasa tau agama tertentu.
Para pemimpin merasa harus ada cara
yang lebih baik bagi bangsa-bangsa dan rakyat dunia untuk hidup bersama dan
menyelesaikan masalah-masalah mereka dan membuat rencana untuk menetapkan apa
saja pada PBB.
Sekitar tahun 1945, para pemimpin
Negara di dunia bertemu di San Fransisco untuk membentuk PBB. Terinspirasi oleh
Kehebatan Afrika Selatan pra-apartheid pemimpin lapangan, Marshal Smuts, mereka
termasuk dalam Pembuakaan Piagam PBB, referensi penting untuk hak asasi
manusia. (Mukadimah adalah sessi pembukaan terpenting pada suatu dokumen sah,
dan menjelaskan pada poin latar belakang dari pada menjadi bagian dari
ketentuan yang berlaku). Bagian yang
relevan dari pembukaan mengatakan :
“kami,
orang-orang Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menentukan –
…
untuk menegaskan kembali keyakinan akan hak manusia yang mendasar, dalam
martabat dan nilai pribadi manusia, dalam persamaan hak laki-laki dan perempuan
dan bangsa-bangsa besar dan kecil”.
Hal ini mengacu pada hak asasi
manusia, diikuti oleh enam referensi seluruh ketentuan-ketentuan Piagam PBB
yang berlaku untuk hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Selain itu,
sebagian besar sebagai hasil dari tekanan dibawa untuk menanggung pada para
pemimpin politik oleh Amerika Serikat sekitar 42 organisasi non-pemerintah,
pasal 68 dimasukkan. Diperlukan Dewan Ekonomi dan Sosial untuk mendirikan
Komisi dalam hak asasi manusia dan bidang ekonomi dan sosial. Hasilnya adalah
pembentukkan Komisi Hak Asasi Manusia. Dengan demikian Komisi merupakan salah
satu dari bagian yang sangat sedikit untuk menarik setiap kewenangan tersebut
secara langsung dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
MENGHASILKAN KERANGKA KERJA UNTUK
RUU INTERNASIONAL ATAS HAK
APRIL 1946, Ibu Eleanor Roosevent,
janda dari Presiden Franklin Roosevelt dari Amerika Serikat diangkat menjadi
grup sementara anggota 9. Di bulan Juni badan sementara telah menyarankan bahwa
Komisi baru harus membuat tugas pertama pembangunan secepat mungkin pada RUU
Internasional atas hak asasi manusia.
Kemudian di tahun tersebut, Komisi
baru Hak Asasi Manusia terdiri dari 18 anggota, dipimpin lagi oleh Ibu Eleanor
Roosevelt, diangkat, dan termasuk P. C. Chang dari Cina, Rene Cassin dari
Perancis, dan Dr Charles Malik dari Libanon. Komisi bertemu untuk pertama
kalinya pada januari 1947 dan mempertimbangkan beberapa isu kritis.
Keputusan-keputusannya memiliki sangat mempengaruhi perkembangan hak asasi
manusia pada waktu itu, termasuk aksi pada tingkat nasional. Komisi tersebut
menyimpulkan bahwa harus bekerja untuk mengembangkan terlebih dahulu deklarasi
dari pada sebuah perjanjian. ( sebuah deklarasi internasional adalah pernyataan
yang penting, dan memiliki moral tinggi dan kerap kali berpolitik secara
signifikan, dan lebih dari sebuah rekomendasi, tetapi kurang dari sebuah perjanjian,
yang mana telah mengikat dalam hukum internasional). Mungkin yang paling
penting dari semua, ia memutuskan bahwa deklarasi tersebut harus mengandung
keduanya antara sipil dan politik serta hak ekonomi dan hak sosial.
Sebuah keberuntungan, bahwa Komisi
membuat keputusan untuk memisahkan perjanjian formal yang mengikat secara hukum
dari deklarasi awal. Meskipun deklarasi tersebut disahkan pada Desember 1948,
kedua Kovenan (Kovenan Internasional pda hak sipil dan politik dan Kovenan
Internasional pada Hak atas Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang muncul untuk
menentukan kewajiban bagi setiap negara yang belum siap untuk meratifikasi
(resmi disetujui oleh pemerintah-pemerintah di dunia) sampai tahun 1966,
sekitar 18 tahun kemudian.
Pelaksanaan
Hak Asasi Manusia Di Indonesia
Indonesia adalah sebuah negara
demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat menghargai kebebasan. Juga,
Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa dilihat dengan
adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun 1999
tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini
merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM Indonesia. ini merupakan kebanggaan
tersendiri bagi Indonesia, karena baru Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai
undang undang peradilan HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudah mulai
adanya penegakan HAM yang lebih baik, dengan ditandai dengan adanya komisi
nasional HAM dan peradilan HAM nasional. Dengan adanya penegakan HAM yang lebih
baik ini, membuat pandangan dunia terhadapIndonesia kian membaik.
Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia
lebih baik, Indonesia tidak boleh senang
dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di Indonesia yang
belum tuntas. Diantara PR itu adalah masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu,
dan Irian Jaya tragedy Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di
Banyuwangi, Ciamis, dan berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan
berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, penangkapan yang salah
tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa terekayasa di berbagai kota,
yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir pemerintahan
kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi,kasus-kasus penghilangan warga negara
secara paksa, dan sebagainya. Pemerintah di negeri ini, harus lebih serius
dalam menangani kasus HAM ini jika ingin lebih dihargai dunia. Karena itu,
pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik. Juga kejelasan
pelaksanaan aturan itu. Komnas HAM sebagai harus melakukan gebrakan diantaranya
:
Ø Komnas HAM mendesak pemerintah dan DPR
agar segera meratifikasi berbagai instrumen internasional hak asasi manusia,
dengan memberi prioritas pada Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (Rome
Statute International Criminal Court), Protokol Opsional.
Ø Perlu ditinjau kembali pendekatan
hukum yang represif dalam penyelesaian konflik politik di Papua yang diterapkan
saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang lebih banyak melahirkan kekerasan dan
jatuhnya korban. Komnas HAM mendesak perlunya dilakukan langkah-langkah politik
daripada hukum dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau
perundingan sudah harus dipikirkan oleh pemerintah.
Ø Penuntasan berbagai bentuk kasus
pelanggaran hak asasi manusia merupakan kewajiban pemerintah, oleh karena itu,
Komnas HAM mendesak agar pemerintah secara berkalameng informasikan kepada
publik mengenai status perkembangan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak
asasi manusia yang ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikankeyakinan
kepada masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi
keterlibatanaparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik
impunity bagi mereka yang terlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam
rangka terus membangun suatu kepercayaan publik terhadap kesungguhan pemerintah
untuk melindungi, menegakkan, memajukan danmemenuhi hak asasi manusia.Tapi,
yang jelas penegakan HAM tidak akan terlaksana tanpa adanya partisipasi dan
dukungan masyarakat kepada pemerintah, dan juga keseriusan pemerintah dalam
menegakan HAM, karena itu merupakan hak dasar setiap orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar